SERIGALA MEMAKAN DOMBA: Kebohongan yang Terbongkar

06 Juli 2010
Theodore Roosevelt, Presiden Amerika Serikat (1919): “Para bankir Internasional dan Standard Oil Rockefeller mengendalikan mayoritas surat kabar dan mereka mengusir para pegawai yang menolak bersekongkol untuk menutupi korupsi dan kekuatan mereka di pemerintahan.”

Judul Asli: MONEY MYTH
Pengarang: Louis Even

Karena suatu kecelakaan, sebuah kapal tenggelam. Pada akhirnya, tinggal 5 orang yang selamat, mereka menaiki sebuah rakit dan dibawa oleh arus ombak.
Kelima orang ini:

  1. Frank, si tukang kayu
  2. Paul, seorang petani
  3. Jim, peternak
  4. Harry, penanam agrikultur
  5. Tom, seorang mineralogist.

Bagi kelima orang ini, menginjakkan kembali kaki ke daratan, bahagianya ibarat baru bangkit dari kuburan. Syukurnya pulau yang mereka datangi ini adalah tanah yang subur. Jim, si peternak, sepenuhnya yakin dia bisa beternak dengan baik binatang-binatang di pulau itu. Paul juga meyakini tanah di pulau ini mudah untuk ditanami. Harry menemukan bahwa beberapa pohon buah-buahan di sana, bila dirawat dengan baik, akan menghasilkan panen yang lumayan.

Pulau itu juga penuh dengan pohon, Frank si tukang kayu akan dengan mudah mendapatkan kayu dan mulai membangunkan rumah-rumah. Dan si Tom, walaupun kekurangan alat kerja, tapi dengan keahliannya, masih sanggup menambang secara sederhana kekayaan alam di sana.

Inilah mereka yang sedang bekerja. Si tukang kayu membangun rumah dan perabotan. Awalnya mereka mencari makanan seadanya. Tetapi dengan berlalunya waktu, tanah-tanah mulai dikerjakan dengan rapi di ditanami, dan si petani pun mulai bisa menikmati panennya.

Waktu terus berlalu, dengan kerja keras dari kelima orang ini, pulau yang mereka datangi ini pun menjadi semakin kaya. Kekayaan mereka bukanlah dalam bentuk emas atau kertas uang perbankan, tetapi kekayaan dari barang-barang yang benar-benar memiliki nilai, kekayaan dalam bentuk makanan, pakaian, hunian, dan segala yang lain yang diperlukan oleh manusia.

Setiap orang mengerjakan apa yang dia bisa. Surplus dari produksinya mereka saling bertukar satu sama lain. Walaupun kehidupan tidak gampang, karena masih banyak hal lainnya yang mereka nikmati sebelumnya sebelum kapal mereka tenggelam sekarang masih tidak ada, tetapi setidaknya mereka sekarang terbebas dari yang namanya pajak, atau rasa takut akan sitaan harta. Mereka hidup dengan sulit tetapi setidaknya bisa menikmati buah dari pekerjaan mereka.

Sambil berupaya untuk hidup, mereka tetap berdoa, berharap suatu hari mereka bisa kembali lagi berkumpul dengan keluarga mereka seperti dulunya.

Dengan berlalunya waktu, akhirnya mereka menemukan sebuah hal yang sangat menggangu, mereka tidak memiliki uang sebagai medium pertukaran yang lebih baik. Produk yang mereka pertukarkan, tidak selalu ada di tangan saat sebuah transaksi dijalankan. Contoh, kayu yang diberikan kepada petani tidak bisa dibayar oleh si petani sebelum 6 bulan masa tanam berakhir. Kadang-kadang lagi, seseorang memiliki sesuatu yang nilainya lebih besar daripada yang barang yang ada di tangan rekan dagangannya.

Orang-orang ini, walaupun mereka tahu cara memproduksi barang, kekayaan yang sebenarnya, tetapi bagaimana menciptakan uang, simbol dari kekayaan, adalah di luar kemampuan pikir mereka. Tentu saja, orang-orang berpindidikan juga kadang-kadang sama, demikian juga para pejabat di pemerintahan, semuanya tidak tahu bagaimana uang harus diciptakan.

Suatu hari, saat kelima orang ini sedang duduk-duduk di pantai, mendadak datang sebuah kapal kecil dengan seorang penumpang. Orang ini ternyata adalah seorang korban yang selamat dari kapal lain yang juga tenggelam, nama orang ini adalah Oliver.

Bahagia karena memiliki teman baru, kelima orang ini memperlakukan dia dengan sangat baik, dan mereka pun bercerita kepada Oliver tentang kesulitan mereka karena tiadanya uang untuk digunakan.

“Oh, puji Tuhan,” Kata Oliver, “Karena saya sebenarnya adalah seorang bankir. Dalam waktu singkat, saya akan merancang sebuah sistem keuangan yang saya jamin akan memuaskan kalian semua. Kalian akan mulai kembali ke peradaban.”

Kelima orang ini pun bersyukur luar biasa atas datangnya bankir tersebut, ibarat malaikat yang diutus oleh Tuhan. Bukankah kita-kita, yang hidup dalam peradaban yang maju, memang terbiasa memuja para bankir, sang penguasa dan darah dari sistem finansial kita?

DEWA PERADABAN

“Oh Bapak Oliver, sebagai bankir kami, tugas Anda satu-satunya adalah menjaga uang kami, Anda tidak perlu bekerja di lapangan.”

Oliver mulai mengambil barang-barang yang dia selamatkan dari kapalnya yang tenggelam, kertas dan sebuah mesin cetak, lengkap dengan tintanya, dan juga sebuah tong besar.

Tong ini, kata Oliver, “Berisi harta yang paling berharga… Emas!”

“Wow…. Hebat, benar-benar malaikat utusan Tuhan. Barang kuning ini, walaupun lebih sering disembunyikan dan tidak kelihatan, tetapi senantiasa memiliki kekuasaan yang amat besar, bahkan bisa mempengaruhi nasib dari sebuah bangsa."

“Kawan-kawan, emas ini lebih dari cukup untuk kalian semua. Tetapi emas ini tidak untuk disirkulasikan. Emas harus tersembunyi. Emas adalah jiwa dari uang yang sehat, dan yang namanya jiwa selalu tidak kelihatan. Saya akan menjelaskannya nanti saat Anda mendapatkan suplai uang Anda yang pertama.”

Oliver bertanya kepada kelima orang ini tentang berapa kira-kira yang mereka butuhkan untuk memulai perdagangan, dan mereka menjawab “$200 sudah cukup.”

Kelima orang ini bahagia sampai tidak bisa tidur, dalam kepala mereka sekarang penuh dengan gambaran emas di tangan mereka.

Oliver sendiri, bekerja penuh semangat karena bahagianya dia akan nasibnya sebagai bankir. Mula-mula dia menggali sebuah lubang untuk meletakkan tong yang berisi emas itu. Kemudian dia pun sibuk mencetak uang-uang kertas $1 baru sebanyak $1000.

“Hebat, betapa sederhananya membuat uang. Semua nilainya datang dari produk yang bisa dibelinya. Tanpa produksi, kertas-kertas ini sebenarnya sampah. Kelima customer saya yang naïf tidak menyadari ini. Mereka benar-benar berpikir uang ini nilainya datang dari emas. Kebodohan mereka adalah alasan mengapa saya adalah tuan mereka.”

Besoknya, kelima orang ini pun menghampiri Oliver.

Lima set uang sudah siap di atas meja.

Oliver berkata, “Sebelum Anda mengambilnya, saya ingin perhatian dari Anda. Basis dari uang ini adalah emas. Dan emas yang saya simpan adalah emas saya. Konsekwensinya, uang ini adalah uang saya. Tapi jangan bersedih, saya akan meminjamkannya kepada Anda. Namun, Anda harus membayar bunga. Mengingat uang sangat susah didapat, saya rasa 8% tidaklah terlalu tinggi.”

“Oh, tentu saja, Pak Oliver,” Kata kelima orang itu.

Oliver menyambung, “Hal yang terakhir kawan, bisnis adalah bisnis, walaupun antara kawan akrab. Sebelum Anda mengambil uang ini, masing-masing dari Anda harus menandatangani surat ini. Anda berjanji akan membayar bunga dan juga pinjaman pokok, bila tidak saya akan memiliki hak untuk menyita aset Anda. Tentu saja, ini hanya formalitas. Properti Anda tidaklah menarik bagi saya, saya hanya ingin uang. Saya yakin saya akan mendapatkan uang saya kembali, dan Anda juga tidak akan berpisah dengan harta Anda.”

“Hm, masuk akal Pak Oliver. Kami akan bekerja lebih keras lagi supaya bisa membayar Anda kembali.” Dan kelima orang ini pun mengambil uang tersebut dan mulai menggunakannya.

SEBUAH SOAL ARITMATIKA

Uang dari Oliver beredar dengan cepat di pulau tersebut. Perdagangan, karena dipermudah oleh adanya uang, pun meningkat dua kali lipat. Semua orang bahagia. Si bankir pun mulai mendapat status dan rasa hormat dari kelima orang tersebut.

Tetapi, mari kita lihat… Mengapa si Tom tampak murung? Karena Tom, sama seperti teman-temannya, telah menandatangani surat perjanjian kepada Oliver. Dalam waktu satu tahun, $200 + $16 bunga harus dikembalikan. Tetapi Tom hanya menyisakan beberapa dolar sekarang, dan waktu untuk membayar sudah semakin dekat.

Sudah lama juga dia bimbang.. Oliver meminjamkan $1000 kepada mereka berlima, tetapi uang yang harus dikembalikan adalah $1080. Sekalipun mereka berlima mengembalkan semua uang di tangan kepada Oliver, mereka masih kekurangan $80. Tak seorang pun memiliki $80 ini.

Memang mereka yang memproduksi barang, tetapi mereka tidak memproduksi uang. Oliver pada dasarnya bisa mengambil alih seluruh pulau ini, karena mereka berlima sama sekali tidak sanggup membayar kepada Oliver sesuai perjanjian.

Tom pun mulai berdiskusi dengan keempat temannya, Tom berhasil menjelaskan kepada mereka tentang anehnya sistem ini. Teman-teman Tom mulai mengerti, dan mereka pun memutuskan untuk mengadakan pertemuan dengan Oliver.

Lima orang ini pun berdebat dengan Oliver tentang masalah ini. “Mana mungkin kami sanggup membayar $1080 kalau semua uang yang eksis hanya $1000?”

Oliver mendengarkan dengan tenang, dan kemudian menjawab kepada mereka, “Bankir yang baik selalu beradaptasi dengan keadaan. Mulai sekarang kalian hanya perlu membayar bunganya saja kepadaku. Pokok pinjaman bisa Anda simpan terus.”

“Maksudnya $200 pinjaman kami dianggap lunas?” Tanya salah satu dari mereka.

“Tentu saja tidak. Bankir tidak akan menghapuskan hutang. Yang saya maksudkan adalah mulai sekarang Anda hanya perlu membayar bunganya saja, $80 per tahun kepada saya. Mungkin di antara kalian ada yang kekurangan uang karena kurangnya perdagangan. Kalau begitu, organisasikan komunitas Anda seperti sebuah bangsa. Buat sebuah sistem kontribusi, yaitu apa yang kita sebut dengan pajak. Orang yang punya lebih harus membayar lebih, dan yang kekurangan membayar lebih sedikit.”

Kelima orang ini pun pergi dengan diam, tetapi dalam hati mereka masih bingung.

Oliver kembali sendiri. Dia berpikir: “Bisnis lagi bagus. Orang-orang ini memang pekerja yang rajin, tetapi mereka bodoh. Ketidaktahuan dan kenaifan mereka adalah kekuatan saya. Mereka meminta uang, dan yang saya berikan kepada mereka adalah rantai perbudakan.”

“Tentu saja, mereka bisa saja membuang saya ke laut. But hei… Saya punya tanda tangan mereka. Mereka orang-orang jujur, mereka akan menepati perjanjiannya. Orang jujur dan pekerja keras memang ada di dunia untuk diperbudak para ahli finansial.”

“Oh Mammon! Saya merasakan kegeniusan perbankan merangkai keseluruhan hidupku. Oh Tuanku! Betapa benarnya kamu saat kamu berkata: Izinkan saya mengontrol uang sebuah negara, dan saya tidak peduli siapa yang membuat hukumnya. Sayalah tuan di pulau ini karena sayalah yang mengontrol uangnya.”

“Jiwaku penuh dengan antusiasme dan ambisi. Aku bisa mengenalikan seluruh alam semesta. Apa yang aku, Oliver, lakukan di sini bisa aku lakukan terhadap seluruh dunia. Oh! Andaikan saja saya bisa meninggalkan pulau ini, saya tahu pasti saya bisa mengendalikan seluruh dunia tanpa perlu mengenakan mahkota raja.”

“Kebahagiaan tertinggi saya adalah kalau saya bisa menerapkan filosofi ini di pikiran orang-orang yang akan memimpin masyarakat: bankir, industrialis, politisi, reforman, guru, jurnalis, dll, semuanya akan menjadi budakku. Publik akan merasa puas hidup dalam perbudakan di saat para elit di antara mereka akan menjadi pengawas mereka.”

MENCIPTAKAN BIAYA HIDUP TINGGI

Situasi perlahan-lahan bertambah buruk di pulau ini. Produksi memang meningkat, dan aktivitas barter turun ke minimum. Oliver menerima bunga pinjamannya secara teratur. Yang lain harus berpikir bagaimana menyisakan uang untuknya. Dengan demikian, uang tidak benar-benar beredar dengan bebas.

Mereka yang membayar lebih banyak pajak memprotes. Mereka menaikkan harga jual barangnya sebagai kompensasi atas kerugiannya. Mereka yang tidak membayar pajak akhirnya harus menghadapi biaya hidup yang terus meningkat. Bila seseorang akhirnya bekerja untuk yang lain, dia akan terus-menerus meminta kenaikan gaji untuk memenuhi ongkos hidup yang terus meningkat.

Moral sudah sangat rendah, tidak ada lagi kesenangan dalam hidup. Tidak juga semangat dalam bekerja. Untuk apa juga? Penjualan sangat sulit. Kalaupun menjual, akhirnya harus membayar pajak. Ini benar-benar sebuah krisis. Dan kelima orang ini saling menuduh satu sama lain bahwa mereka menuntut terlalu banyak sumbangan dari yang lain.

Suatu hari, Harry, yang duduk merenungkan situasi mereka, akhirnya tiba pada sebuah kesimpulan akhir. Perubahan sejak kedatangan si perancang sistem moneter baru mereka telah merusak segalanya di pulau itu. Tentu saja, mereka berlima juga memiliki kesalahan, tetapi tetap saja sistem dari Oliverlah yang menyebabkan kerusakan terbesar.

Harry berhasil menjelaskan kepada teman-temannya. Satu demi satu dari mereka akhirnya paham, dan mereka pun memutuskan untuk mengadakan pembicaraan lagi dengan Oliver.

Pertengkaran hebat pun terjadi.

“Uang benar-benar kurang di pulau ini kawan, karena Anda mengambilnya dari kami! Kami membayar dan membayar, dan tetap saja kami berhutang sama banyaknya seperti sebelumnya. Kami sudah bekerja dengan sangat keras, tetapi kondisi kami bahkan lebih buruk dibanding sebelumnya. Hutang! Hutang! Yang ada pada kami hanyalah hutang!”

“Oh, kawan, bicaralah yang masuk akal! Kehidupan kalian sudah lebih baik, terima kasih kepadaku. Sistem perbankan yang baik adalah aset terbaik sebuah bangsa. Tetapi supaya bisa berfungsi maksimal, Anda harus mempercayai bankirnya. Datanglah padaku seperti datang pada ayahmu. Apakah uang yang Anda inginkan? Tidak masalah, simpanan emasku masih cukup untuk menerbitkan ribuan dolar yang lain. Saya akan meminjamkan kepada kalian seribu dolar lagi, Anda tinggal menjaminkan aset Anda kepadaku.”

“Jadi sekarang hutang kami menjadi $2000! Dan kami harus membayar dua kali lipat bunga sepanjang sisa hidup kami!”

“Ya, benar --- Tetapi saya akan meminjami kalian lagi saat nilai properti Anda meningkat. Kalian tidak perlu membayar saya apapun selain bunga. Kalian bisa menggabungkan semua hutang kalian menjadi satu, kita akan menyebutnya konsolidasi hutang. Kalian bisa menambah hutang itu, tahun demi tahun.”

“Dan menaikkan pajak, tahun demi tahun?”

“Tentu saja, tetapi pendapatan Anda kan juga akan meningkat setiap tahun.”

“Jadi, semakin pulau ini maju karena usaha kami, semakin besar hutang publik kami!”

“Iya, emangnya kenapa! Sama seperti di manapun di peradaban yang lain. Tingkat peradaban sebuah komunitas selalu bisa dilihat dari seberapa besar ukuran hutang mereka kepada bankir.”

SERIGALA MEMAKAN DOMBA

“Itukah yang namanya sistem moneter yang sehat, Pak Oliver?”

“Bapak-bapak, semua uang yang baik adalah berbasis emas, dan muncul dari bank dalam bentuk hutang. Hutang nasional adalah hal yang baik. Ini akan mencegah kalian merasa puas diri. Ini akan membuat pemerintahan manapun lebih bijak, yang diturunkan oleh bankir. Sebagai bankir, sayalah obor cahaya peradaban di pulau ini. Sayalah yang akan mendikte politik dan mengatur standar hidup kalian.”

“Pak Oliver, kami bukan orang berpindidikan, tetapi kami tidak ingin peradaban seperti itu di sini. Kami tidak akan meminjam satu sen pun lagi dari Anda. Tidak masalah uang baik atapun tidak baik, kami tidak ingin lagi bertransaksi denganmu.”

“Bapak-bapak, saya benar-benar kecewa dengan keputusan kalian. Tetapi bila kalian mengingkari perjanjian ini, ingat, saya punya tanda tangan kalian. Bayar saya semuanya – pokok pinjaman dan bunga.”

“Tetapi itu mustahil, Pak. Kalaupun kami mengembalikan semua uang yang ada di pulau ini, kami masih tidak bisa melunasinya.”

“Saya tidak bisa membantu. Kalian sudah menandatangani perjanjian ini sebelumnya, bukan?”

“Berdasarkan isi kontrak, dengan demikian saya berhak menyita semua properti kalian. Kalian harus mentaati apapun yang saya katakan sekarang. Kalian akan terus mengeksploitasi pulau ini, dan terus melayani saya. Sekarang kalian keluar! Dan tunggu perintah dari saya besok.”

Oliver tahu pasti siapa yang mengendalikan uang, dialah yang mengendalikan bangsa. Tetapi dia juga sadar, untuk mempertahankan kekuasaan, sangat penting untuk mempertahankan agar masyarakat tetap bodoh, dan terus mengalihkan perhatian masyarakat ke hal yang lain.

Oliver mengamati bahwa dari 5 orang itu, 2 termasuk konservatif dan 3 adalah liberal.

Harry, yang termasuk netral di antara mereka berlima, menyadari bahwa mereka semua memiliki kebutuhan dan aspirasi yang sama, menyarankan agar dibentuk sebuah perserikatan bersama, untuk memberikan tekanan kepada penguasa. Serikat semacam ini, tentu saja tidak diizinkan oleh Oliver. Ini akan berarti akhir dari kekuasaannya. Tidak ada diktator dan ahli finansial manapun yang sanggup menghadapi masyarakat yang bersatu, masyarakat yang terdidik.

Dan dengan demikian, Oliver pun mulai menciptakan perpecahan di antara mereka. Dia membiayai dua jenis Koran. “The Sun” untuk para liberal, dan “The Star” untuk para konservatif.

Topik umum “The Sun” adalah: Penderitaan terjadi karena kaum pengkhianat konservatif telah menjual kepentingan bersama kepada perusahaan besar. Dan topik umum “The Star” adalah: Hancurnya negara, bisnis pada umumnya, dan hutang publik adalah karena tanggung jawab para liberal.

PENCERAHAN: AKUNTANSI PRAKTIS

Suatu hari, Tom, saat berada di pantai, menemukan sebuah perahu kosong yang terapung di tepian.

Di dalamnya, terdapat sebuah naskah yang masih dalam kondisi baik, “Tahun Pertama Kredit Sosial.”

Dia membacanya dengan teliti, dan akhirnya dengan bahagia berkata, “Inilah yang kita cari! Seharusnya kita memahami hal ini sebelumnya.”

“Nilai uang datang bukan dari emas, tetapi dari produk di mana uang itu bisa digunakan untuk membeli.”

Sederhananya, uang adalah unit akuntansi, berpindah-pindah mengikuti pembelian dan penjualan. Total uang tergantung total produksi.

Setiap saat produksi meningkat, unit uang pun ikut meningkat. Tidak diperlukan bunga saat uang diciptakan. Kemajuan dinilai bukan dari naiknya hutang publik, tetapi dari dividen yang diciptakan oleh masing-masing individual. Harga barang adalah disesuaikan dengan daya beli dari koefisien harga. Kredit sosial.

Tom berlari dengan cepat, tak sabar untuk menemui teman-temannya.

Tom mengajarkan kepada teman-temannya apa yang barusan dikirim oleh Tuhan kepada mereka, kredit sosial.

“Inilah yang kita perlukan, tanpa si bankir dan emasnya, tanpa perlu untuk melibatkan diri dalam hutang”

“Saya akan membuka masing-masing sebuah account atas nama kalian semua. Di sisi kanan kolom adalah kredit yang meningkatkan nilai account Anda, dan di sisi kiri adalah debit yang mengurangi nilai account Anda.”

“Setiap orang membutuhkan $200 untuk memulai. Tak masalah. Kita menulis $200 di sisi kredit di buku masing-masing.”

Frank membeli dari Paul sebanyak $10. Kita mengurangi $10 dari Frank, dan menambah $10 ke Paul.

Jim membeli dari Paul sebanyak $8. Kita mengurangi $8 dari Jim, dan menambah $8 ke Paul.

Paul membeli dari Frank sebanyak $15. Kita mengurangi $15 dari Paul, dan menambah $15 ke Frank.

dst... sama seperti cara uang berpindah tangan sebelumnya.

Bila seseorang membutuhkan uang untuk meningkatkan produksinya, kita menerbitkan kredit yang diperlukan kepadanya. Setelah dia menjual produk-produknya, dia mengembalikan uang itu ke dana kredit. Demikian juga dengan pekerjaan umum, dibiayai oleh kredit baru.

Dengan demikian, secara periodik nilai di account masing-masing orang akan meningkat, tetapi tanpa mengambil nilai kredit dari orang yang lain. Uang, dalam cara ini, adalah pelayan manusia, bukan sebaliknya. Inilah dividen nasional.

Komunitas ini sekarang menjadi anggota kredit sosial. Hari berikutnya, Oliver menerima selembar surat dari mereka berlima:

“Bapak tersayang! Anda telah mendorong kami ke dalam lembah hutang dan mengeksploitasi kami. Kami tidak membutuhkan Anda lagi dalam sistem keuangan kami. Mulai sekarang, kami akan menerbitkan uang kami sendiri, tanpa emas, tanpa hutang, dan tanpa pencuri. Kami akan mendirikan sistem kredit sosial di pulau ini. Dividen nasional akan menggantikan hutang nasional.

“Kalau Anda memaksa untuk dibayarkan kembali, kami akan membayar Anda semua uang yang Anda berikan kepada kami, tidak satu sen lebih dari itu. Anda tidak bisa mengklaim uang yang tidak Anda ciptakan.”

Oliver putus asa. Kerajaannya mulai goyah. Impiannya pudar. Apa yang bisa dia lakukan? Segala argumen adalah percuma. Mereka berlima sudah memiliki kredit sosial. Uang dan kredit bukan lagi hal yang misterius bagi mereka berlima, sama seperti Oliver.

“Oh Tuhan, orang-orang ini sudah menang lewat kredit sosial. Apakah saya sebaiknya meminta maaf kepada mereka? Ikut dalam sistem mereka? Tidak, tidak boleh! Lebih baik saya menyingkir dan menjaga jarak dulu dengan mereka!”

KEBOHONGAN YANG TERBONGKAR

Untuk melindungi klaim di masa mendatang oleh Oliver, kelima orang ini memutuskan bahwa Oliver harus menandatangani dokumen bahwa dia telah mengambil kembali semua yang dia miliki sejak dia datang ke pulau ini.

Maka mereka pun melakukan inventori: perahu, dayung, mesin cetak, dan tentu saja emasnya.

Oliver harus memberitahukan di mana dia mengubur emasnya. Kemudian mereka pun pergi menggalinya, tanpa perasaan respek yang berlebihan mengenai apa yang sedang mereka cari. Kredit sosial telah membuat mereka memandang rendah emas.

Mereka mengangkat tong yang berisi emas tersebut. Betapa terkejutnya mereka, emas yang diklaim Oliver ternyata hanyalah berisi batu. Batu!! Mereka telah diperdayai Oliver selama ini.

“Kita telah mengadaikan semua harta kita demi mendapatkan beberapa lembar uang kertas yang dijamin oleh batu! Ini perampokan, pembohongan!”

“Hampir saja kita memarahi dan membenci satu sama lain demi kebohongan ini. Dasar setan.”

Frank yang marah besar pun mengambil kapaknya, dan si bankir pun melarikan diri menuju hutan.

Oliver kemudian menghilang.

Tak lama kemudian, sebuah kapal melewati pulau mereka, dan melihat kelima orang ini. Mereka pun mengikuti kapal ini menuju ke tujuan kapal, Amerika Serikat.

Mereka membawa bersama mereka naskah kredit sosial mereka, yang menyelamatkan mereka dari si ahli finansial licik, Oliver, dan mereka pun berjanji akan berusaha menghubungi managemen yang menulis naskah ini begitu mereka sampai ke Amerika. Mereka sudah bertekad untuk menjadi juru bicara sistem ini.

"Orang kaya berkuasa atas orang miskin.
Orang yang berhutang adalah budak dari yang menghutangi
."

- Amsal 22 : 7 -

KONSER NIKTA

04 Mei 2010

Poster Konser

Saksikan Konser Nikita yang terakhir

Re-BORN

10 September 2009
Oleh Sansulung John Sum

Segala aspek kehidupan telah dihancurkan oleh dosa. Dosa merusak dan menimbulkan bencana kemanusiaan global. Dari sistem dunia ini, manusia tidak dapat mengharap terlalu banyak, mungkin malah sedikitpun tidak. Perselisihan, perang, ketakutan akan nuklir dan terorisme, penyakit-penyakit lama dan baru, polusi, kerusakan lingkungan hidup, kemiskinan, korupsi, ketidakcekatan penanganan bencana, fakir miskin tak terurus di jalan-jalan kota metro di dunia, perdagangan manusia dan narkoba antarbangsa.

Bacalah koran, tetapi jangan “ambil hati” atas berita-beritanya. Dunia ini semakin tua, dan semakin dalam masuk jalan buntu total. Janganlah terlalu mengharap pemerintah-pemerintah di dunia dapat memberikan solusi nyata. Memang, manusia seluruh ras dan bangsa dengan sangat rindu menantikan saatnya solusi dinyatakan. Kenyataannya, mereka semakin stres dan frustasi.

Tiada jalan lain, selain memberesi manusia itu sendiri, lebih tepatnya, hati manusia. Bukankah dosa bekerja melalui keinginan daging manusia? Percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora, dan sebagainya.

Manusia berkata, “Bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat. Kalau demikian, bukan aku lagi yang memperbuatnya Apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat. Kalau demikian, bukan aku lagi yang memperbuatnya, tetapi dosa yang ada di dalam aku.”

Taurat (hukum agama) tidak berdaya membendung kuasa dosa dan akibatnya. Semakin manusia berusaha menaati hukum itu, semakin mereka melanggarnya dan berdosa terhadap Allah. Aturan-aturan semua agama bukanlah solusi, namun sekadar “alat ukur” atau “alat timbang” ketaatan dan kajahatan manusia.

Jadi, bagaimana jalan keluar dari semua problema itu, yang telah dimulai sejak ketidakpercayaan manusia pertama terhadap “informasi” dari Sang Pencipta dan Pengasih, namun malah lebih percaya kepada “gosip” si penipu dan pemfitnah?

Hanya Sang Pencipta sajalah yang mengetahui solusi paling efektif dan mampu melaksanakannya. Tidak seperti manusia yang sering “tiada hasil, omong doang”, sebaliknya, “Omongan” Allah memiliki segala kuasa di surga dan di bumi untuk menyelenggarakan rencana penyelamatan-Nya.

Sejatinya, 2000 tahun yang lalu, Allah sendiri telah datang menghampiri manusia, bahkan mengambil rupa seorang hamba, menjadi sama dengan manusia. Sesungguhnya, itulah yang terjadi pada Natal perdana. Allah telah menjadi manusia dan tinggal di antara manusia. Allah beserta manusia, Immanuel, itulah Yesus Kristus Tuhan.

Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Raja Penyelamat memang harus menderita, namun Ia harus bangkit kembali dari kematian. Dalam nama-Nya, berita tentang pertobatan untuk pengampunan dosa disampaikan kepada segala bangsa.

Karena pelanggaran satu orang, dosa telah menjalar kepada semua orang. Betapa lebih besar lagi akibat dari ketaatan satu orang yang lain, yaitu Yesus Kristus. Melalui Dia, Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada begitu banyak orang.

Jadi, sebagaimana pelanggaran Adam mengakibatkan seluruh umat manusia berdosa, begitu juga ketaatan Yesus Kristus, mengakibatkan semua orang dibebaskan dari kesalahan dan diberi hidup. Sebagaimana seluruh manusia mati dalam persekutuan dengan Adam, begitu juga semua akan dihidupkan kembali (reborn) dalam persekutuan dengan Kristus.

Allah begitu mengasihi manusia di dunia ini, sehingga Ia memberikan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan mendapat hidup sejati dan kekal. Dan, Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.

Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang. II Korintus 5:17

Dua Dosa Penyebab Kemiskinan: Renungan Agustusan

20 Agustus 2009
Oleh Sansulung John Sum

64 tahun bukan usia yang muda lagi. Seharusnya, Indonesia sudah mapan pada usia “segitu”, apalagi dengan kekayaan alam yang dikaruniakan oleh Tuhan bagi bangsa kita. Kenyataannya, Indonesia masih menjadi negara pengimpor komoditas pangan sekalipun merupakan negara tropis terbesar kedua di dunia.

Jika dihitung berdasarkan ukuran Bank Dunia, masih ada 115 juta saudara kita yang berada di bawah garis kemiskinan (49% dari 235 juta penduduk). Bahkan, berdasarkan data BPS, 35 juta orang di antara mereka merupakan keluarga SANGAT miskin, yakni berpenghasilan hanya Rp 182.500,00 per keluarga per bulan.

Mengapa saudara/i kita itu terjerat kemiskinan?

Ada kemiskinan yang tidak disebabkan oleh dosa, misalnya kemiskinan yang dialami oleh Ayub. Ada juga kemiskinan yang disebabkan oleh dosa. Dalam wawancara dengan Tabloid Reformata tahun lalu, Stephen Tong menyebutkan ada dosa yang menyebabkan terjadinya kemiskinan. Saya setuju dengannya. Mengapa?

Pertama, dosa dari faktor internal, dosa si orang miskin itu sendiri, yaitu dosa kemalasan, boros, dan lain-lain. Ada orang menjadi miskin karena tidak mau menyangkal diri dan memikul salibnya dalam menghadapi kesulitan, yakni rajin bekerja, berusaha, dan berjuang. Ada orang miskin yang hanya memiliki kebiasaan meminta-minta kepada orang kaya. Orang miskin yang seperti itu harus bertobat.

Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya (Amsal 10:4). Janganlah menyukai tidur, supaya engkau tidak jatuh miskin, bukalah matamu dan engkau akan makan sampai kenyang (Amsal 21:13). Karena si peminum dan si pelahap menjadi miskin, dan kantuk membuat orang berpakaian compang-camping (Amsal 23:21).

Dosa kedua yang menyebabkan kemiskinan adalah dosa dari faktor eksternal, yaitu dosa ketidakadilan, keserakahan, dan lain-lain. Ada sebagian orang yang memperkaya diri dengan menghalalkan segala cara, egois, dan tidak adil. Korupsi adalah salah satu kekejian yang harus diberantas. Lebih dari itu, Ed Silvoso, dalam rangkaian NPC beberapa tahun lalu, mengatakan bahwa seorang pengusaha haruslah ikut bertanggung jawab dalam kemerdekaan finansial karyawannya.

Janganlah memeras pekerja harian yang miskin dan menderita (Ulangan 24:14). Seorang pekerja patut mendapat upahnya (Lukas 10:7, Yakobus 5:4). Kita juga harus menghormati pekerja sebagai sesama manusia, ciptaan Tuhan, dan tidak merendahkannya dengan menganggapnya hanya sebagai alat (Maleakhi 2:10).

Seringkali, kita merasa sudah cukup memperhatikan orang miskin dengan memberikan sumbangan sekadarnya. Itu bagus. Namun, ada hal lain yang lebih mereka perlukan, yaitu memperoleh hak mereka. Ya, hak mereka atas kekayaan alam yang diberikan oleh Tuhan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Bukalah mulutmu, ambillah keputusan secara adil dan berikanlah kepada yang tertindas dan yang miskin HAK mereka (Amsal 31:9).

John Pilger dalam bukunya yang berjudul “The New Rulers of the World" menuliskan, “Dalam bulan November 1967, menyusul tertangkapnya ‘hadiah terbesar’, hasil tangkapannya dibagi. The Time-Life Corporation mensponsori konferensi istimewa di Jenewa yang dalam waktu tiga hari merancang pengambilalihan Indonesia. Para pesertanya meliputi para kapitalis yang paling berkuasa di dunia, orang-orang seperti David Rockefeller. Semua raksasa korporasi Barat diwakili: perusahaan-perusahaan minyak dan bank, General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper Corporation, US Steel.

"Di seberang meja adalah orang-orang yang oleh Rockefeller disebut 'ekonoom-ekonoom Indonesia yang top'. Tim ini terkenal dengan sebutan ‘the Berkeley Mafia’, karena beberapa di antaranya pernah menikmati beasiswa dari pemerintah Amerika Serikat untuk belajar di Universitas California di Berkeley. Mereka menyodorkan butir-butir yang dijual dari negara dan bangsanya, mereka menawarkan : …… buruh murah yang melimpah….cadangan besar dari sumber daya alam ….. pasar yang besar.”

"Ini dilakukan dengan cara yang spektakuler," kata Jeffrey Winters, guru besar pada Northwestern University, Chicago, yang dengan mahasiwanya yang sedang bekerja untuk gelar doktornya, Brad Simpson telah mempelajari dokumen-dokumen konferensi. "Mereka membaginya ke dalam lima seksi: pertambangan di satu kamar, jasa-jasa di kamar lain, industri ringan di kamar lain, perbankan dan keuangan di kamar lain lagi; yang dilakukan oleh Chase Manhattan duduk dengan sebuah delegasi yang mendiktekan kebijakan-kebijakan yang dapat diterima oleh mereka dan para investor lainnya.

"Freeport mendapatkan bukit (mountain) dengan tembaga di Papua Barat (Henry Kissinger duduk dalam board). Sebuah konsorsium Eropa mendapat nikel Papua Barat. Sang raksasa Alcoa mendapat bagian terbesar dari bauksit Indonesia. Sekelompok perusahaan Amerika, Jepang dan Perancis mendapat hutan-hutan tropis di Sumatra, Papua Barat dan Kalimantan.

"Sebuah undang-undang tentang penanaman modal asing yang dengan buru-buru disodorkan kepada Soeharto membuat perampokan ini bebas pajak untuk lima tahun lamanya. Nyata dan secara rahasia, kendali dari ekonomi Indonesia pergi ke Inter Governmental Group on Indonesia (IGGI), yang anggota-anggota intinya adalah Amerika Serikat, Canada, Eropa, Australia dan, yang terpenting, Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia.”

Baru-baru ini, Robert Reich menggambarkan beberapa efek negatif superkapitalisme: besarnya perbedaan pendapatan, ketidakstabilan komunitas, dan kerusakan lingkungan. Janganlah kita beranggapan bahwa perbedaan tajam dalam pendapatan memang sewajarnya begitu. Penulis buku Supercapitalism (2007) itu menampilkan data di AS mengenai indeks produktivitas dan indeks pendapatan masyarakat sejak tahun 1950.

Pada tahun itu, keduanya memiliki indeks 100, dan keduanya meningkat menjadi sekitar 200 pada tahun 1983 (sama-sama meningkat 100%). Lalu, pada tahun 2005, indeks produktivitas meningkat 70% dari 200 menjadi 340. Berbeda dengan indeks produktivitas, ternyata indeks pendapatan masyarakat hanya meningkat 35% dari 200 menjadi 270.

Dari sisi pendapatan, rasio pendapatan CEO dibanding pekerja biasa pada periode 1960-1980 sebesar 35x. Namun, pada tahun 2000-an, rasionya menjadi di atas 200x !! Reich berpendapat bahwa di kemudian hari perlu adanya regulasi pemerintah yang bisa mengatur DISTRIBUSI profit secara lebih merata di antara pemodal, pekerja, dan masyarakat umum.

Reich mensinyalir bahwa selama ini regulasi dan UU yang dikeluarkan pemerintah AS cenderung memihak korporasi bisnis, yang 80% profit jatuh ke tangan pemodal. Dua kelompok besar bertemu. Para korporasi menginginkan profit. Para politisi menginginkan kekuasaan. Reich memberi banyak contoh akan hal ini dalam bukunya, sehingga ia menyimpulkan inilah era kapitalisme menginvasi demokrasi, sehingga melahirkan superkapitalisme.

Bukankah hal yang mirip di Indonesia juga telah dijeritkan oleh Kwik Kian Gie? Kwik tak lelah menggugat regulasi pemerintah yang "melindungi" penjarahan kekayaan alam Indonesia oleh multi national company (kompeni multinasional). Jika Reich menggunakan istilah superkapitalisme, Kwik menggunakan kata yang populer pada masa pilpres lalu: neolib(eralisme).

"Indonesia sudah merdeka?", tanya Komisi Pemberantasan Korupsi dalam sebuah iklan layanan masyarakat. "Selama masih bercokol mental korup dan korupsi, JANGAN ANGGAP Indonesia sudah merdeka. Satukan tekad! Lawan korupsi! Merdekakan Indonesia dari belenggu korupsi!", tandas KPK.

Kembali kepada pernyataan Stephen Tong. Kemiskinan suatu negara diakibatkan oleh kegagalan mengelola dan mendistribusikan kekayaan dengan bijaksana. Apa gunanya jika negara yang beriman kepada Tuhan ternyata lebih korupsi daripada orang ateis? Pemerintah harus menjadi hamba rakyat dan hamba Tuhan. Jika ketidakadilan diberantas, maka negara ini akan menjadi kaya sekali. Merdeka! Kapan?

Referensi: Alkitab LAI, Tabloid Reformata, Forum Manajemen Prasetiya Mulya




Kemerdekaan dari Dalam

17 Agustus 2009


Kalau kita membuka-buka sejarah, umat manusia seperti tak henti-hentinya bergulir dari belenggu yang satu ke belenggu yang lain. Revolusi Perancis menentang kaum borjuis justru melahirkan pemerintahan teror yang berujung pada kekuasaan otoriter Napoleon Bonaparte. Revolusi Bolshewik untuk melepaskan diri dari kekuasaan tsar malah membawa rakyat Rusia ke dalam cengkeraman komunisme di bawah Stalin.

Bagian lain sejarah juga memperlihatkan pertarungan tak kunjung berakhir antara pihak yang hendak menindas manusia dan pihak yang memperjuangkan kemerdekaan. Charles C. Coffin dalam The Story of Liberty mencatat, sewaktu penindas berupaya menjalankan rencananya, dan mendapatkan apa yang dimauinya, ada kekuatan lain yang diam-diam bekerja, dan pada waktunya menghancurkan rencana tersebut -- sebuah tangan Ilahi yang melancarkan rencana penangkis. Dari sinilah terpancar pengharapan akan kemerdekaan yang sesungguhnya.

Tantangan serupa kita hadapi pula. Dari rezim Orde Lama kita bergulir ke rezim Orde Baru, dan kini kita tengah mengambang dalam masa reformasi setengah hati. Krisis berkepanjangan yang melanda bangsa ini sedikit banyak telah membongkar keadaan kita yang sesungguhnya – borok-borok yang selama ini terpendam dalam kosmetik pembangunan. Setelah sekian puluh tahun terbebas dari kolonialisme, nyatanya masih banyak wilayah batiniah kita yang tetap terbelenggu. Apakah yang sanggup melepaskan kita?

Lebih dari sekadar masalah sosial, Alkitab selalu merujuk kembali kepada keadaan tiap-tiap individu secara pribadi. Demikian pula dengan persoalan yang tengah kita hadapi bersama sebagai bangsa. Penyelesaiannya tidak akan ditemukan dengan mencari-cari kambing hitam. Ilmu-ilmu sosial, manuver politik, dan bahkan teknologi pun tidak akan menyediakan jalan keluar. Akar seluruh persoalan yang membelit bangsa kita pada khususnya, dan umat manusia pada umumnya, adalah keberadaan manusia yang berdosa: menyingkir dan melarikan diri dari Allah, memberontak dan mengupayakan keselamatan diri secara independen (lihat Yakobus 4:1-2).

Berangkat dari keberdosaan ini, apa yang terjadi kemudian bukanlah kisah Allah yang bosan, lalu murka menjatuhkan hukuman seperti ditembangkan oleh Ebiet G. Ade sekian tahun lalu. Tidak. Allah telah melepaskan alam semesta ini dalam suatu tatanan hukum moral. Sebagai hukum, ia bersifat mutlak dan bekerja secara otomatis (bandingkan, misalnya, dengan hukum gravitasi -- percaya atau tidak, kalau orang meloncat dari gedung bertingkat, ia akan terlempar ke bawah). Di luar kasih karunia, manusia berada dalam cengkeraman apa yang oleh Alkitab disebut sebagai "hukum dosa" dan "hukum maut" (lihat Roma 8:1). Hukum dosa bercirikan kegagalan dalam memenuhi standar Allah (Alkitab menyebutnya "kehilangan kemuliaan Allah" -- Roma 3:23), adapun hukum maut diwarnai oleh pembusukan. Manusia digayuti oleh kegagalan untuk memenuhi hukum moral Allah ("hukum Taurat"), dan dari hari ke hari keadaannya bukan membaik, melainkan memburuk. Nah, dalam keberdosaan dan kegelapan inilah, segala bentuk belenggu, kekacauan, kebingungan, kehancuran, kemiskinan dan kejahatan merajalela.

Alkitab hanya menawarkan satu solusi bagi keadaan manusia yang berdosa ini: Pertobatan di dalam Kristus Yesus. Usaha manusia tidak akan membuahkan kemerdekaan; kemerdekaan adalah karya Allah yang diberikan-Nya melalui Kristus Yesus (Yohanes 8:32-34). Kemerdekaan yang sesungguhnya tidak dimulai dengan perjuangan bersenjata. Yesus memulainya dari dalam diri kita. Kemerdekaan dimulai dengan pembebasan dari belenggu Iblis dan dosa. "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa. Dan hamba tidak tetap tinggal dalam rumah, tetapi anak tetap tinggal dalam rumah. Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka" (Yohanes 8:34-36). Kemerdekaan sejati dimulai dari sini.

Di tempat lain, firman-Nya mengatakan, "Bilamana Aku menutup langit, sehingga tidak ada hujan, dan bilamana Aku menyuruh belalang memakan habis hasil bumi, dan bilamana Aku melepaskan penyakit sampar di antara umat-Ku, dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari surga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka" (2 Tawarikh 7:13-14).

Jalan-jalan kita, usaha dan cara-cara manusia untuk memulihkan keadaannya, adalah jahat. Untuk dimerdekakan dan dipulihkan, kita perlu berbalik kepada Allah, mengikuti jalan-jalan-Nya. Dengan demikian, hukum-hukum-Nya akan menguasai kita, dan kita akan belajar memerintah dan menguasai diri kita. Dari sinilah munculnya pribadi-pribadi yang bertanggung jawab, yang selanjutnya melahirkan masyarakat yang beradab. Dari masyarakat yang beradab, lahirlah persatuan dan kesatuan. Dari persatuan dan kesatuan, lahirlah kepemimpinan dan pemerintahan yang kuat. Inilah yang akan membawa berkat Allah dan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat. Seperti dikatakan dalam Alkitab, "Bila orang benar memerintah, bersukacitalah rakyat" (Amsal 29:2, terjemahan King James Version). ***

Tulisan ini dikutip dari "Gagal Menjadi Garam" (Yogyakarta: PBMR ANDI, 2002) untuk merefleksikan seberapa jauh kemerdekaan yang sudah diraih negeri ini.

Indonesia, Unite!

18 Juli 2009


Bergabunglah di:

Twitter (tambahkan hashtag #indonesiaunite di setiap posting Anda)
Facebook


Cerita Semut dan Belalang

14 Juli 2009
Oleh Billi PS Lim

(Anda mungkin pernah atau mungkin juga belum mendengar cerita ini. Bagaimanapun, bacalah cerita ini seluruhnya.)

Pada suatu ketika, di sebuah negeri yang jauh, hiduplah seekor belalang dan seekor semut. Keduanya menjalin pertemanan. Mereka biasa menari dan minum bersama sampai tengah malam. Udara musim semi, hidup sangat menyenangkan. Semuanya senang.

Musim semi berganti menjadi musim panas. Kedua teman ini tetap menari. Kemudian, suatu hari si semut berhenti menari karena ia menyadari bahwa musim panas akan segera berganti menjadi musim gugur dan musim gugur menjadi musim dingin. Ia mulai mengumpulkan makanan untuk musim dingin. Ia akan bekerja keras dan sangat rajin menumpuk makanan.

Belalang, sebaliknya, terus bersenang-senang, menari, dan minum-minum sepanjang malam. Sesekali, si semut mencoba menasihati si belalang untuk tidak bermalas-malasan sepanjang hari dan mulai bekerja. Tetapi, si belalang mengabaikan nasihat itu dan meneruskan cara hidupnya bersenang-senang.

Datanglah musim gugur, daun-daun mulai berjatuhan. Semut bekerja lebih keras lagi, tapi si belalang tetap bersenang-senang. Akhirnya, datanglah musim dingin dan salju turun ke atas tanah itu.

Malam itu dingin sekali. Si semut, setelah makan malam yang lezat, duduk dengan nyaman di sofa dekat perapian, menghirup teh kesukaannya dan menonton acara TV favoritnya. Di luar, salju turun semakin lebat.

Tiba-tiba, ada ketukan di salah satu ambang jendela... tok! tok! Si semut menengadah ke atas dan, tunggu, apa yang dilihatnya? Ia melihat temannya, si belalang, menggigil kedinginan...



(Cerita ini dihentikan sejenak pada titik ini. Silakan pikirkan apa yang akan terjadi setelah ini. Bersikaplah jujur.)



Berhenti sejenak...



(Saya yakin apa yang Anda pikirkan itu masuk akal bagi Anda, tetapi di bawah ini Anda bisa melihat apa yang akan terjadi.)



Begitu melihat temannya, si belalang, menggigil di luar, si semut cepat-cepat berdiri dan berjalan ke pintu, membukanya dan mengundang si belalang untuk masuk.

Si belalang masuk, dan karena ia sangat lapar dan melihat si semut begitu kenyang dan gemuk, ia MELAHAP si semut!

Tamat.

Cerita ini mungkin mengagetkan Anda. Mungkin Anda berpikir cerita ini konyol. Mana mungkin itu bisa terjadi?

Bagaimana bila saya katakan kepada Anda bahwa cerita ini bisa terjadi? Bagaimana bila saya katakan cerita ini benar-benar terjadi? Bagaimana bila saya katakan ini adalah kisah nyata?

Kisah ini memang terjadi...

Selama bertahun-tahun, orang Asia Timur dan Tenggara bekerja keras, mengumpulkan uang mereka, menabung, menanam modal dalam bisnis, saham, dan properti. Orang Barat tampak lamban dan semakin malas. Mereka terus belanja dan bersenang-senang.

Tampaknya, abad depan adalah milik Asia...

Tiba-tiba, dengan satu sentuhan di keyboard komputer, mata uang Asia terjun bebas, kemudian bursa saham Asia terguling, dan akhirnya ekonomi riil di Asia dalam ambang kehancuran.

Thailand jatuh, kemudian Indonesia, Korea Selatan, Malaysia, Singapura... Hong Kong...

... hanya dengan memencet satu tombol, dalam sekejap mata, keajaiban Asia tiada lagi... semut yang bekerja keras sudah dilahap! 30 sampai 40 tahun usaha pembangunan bangsa dihapus dalam sekejap mata (tahun 1997).

Analogi di atas tidak dimaksudkan untuk menyalahkan pihak manapun. Juga bukan untuk mengecilkan nilai kerja keras dan kerajinan.

(dikutip dari buku "Dari KSE ke KBE", Elex Media Komputindo, cetakan ke-2, 2002).

Iklan TV Merusak Pola Konsumsi Anak

13 Juli 2009
Oleh Purnawan Kristanto

Tak banyak hal lain dalam kebudayaan kita yang mampu menandingi kemampuan televisi yang luar biasa untuk menyentuh anak-anak dan mempengaruhi cara berpikir serta perilaku mereka (Peggy Chairen, pendiri Action for Children Television).
Anak-anak bukanlah orang dewasa mini karena mereka belum mempunyai kematangan cara berpikir dan bertindak. Ia berada pada tahap sosialisasi dengan melakukan pencarian informasi di sekitarnya dalam rangka membentuk identitas diri dan kepribadiannya. Sumber informasi utama bagi anak adalah dari keluarga. Setelah itu, ia mengumpulkan informasi lainnya dari teman sebaya, sekolah, masyarakat dan media massa.
Pada keluarga modern sekarang ini ada kecenderungan semakin sedikitnya waktu untuk berinteraksi antara orang tua dan anak-anak karena kesibukan kerja. Sementara itu, semakin tingginya angka kriminalitas dan semrawutnya lalu lintas di perkotaan , meningkatkan kecemasan orang tua terhadap keselamatan anak-anaknya. Karena itu, mereka merasa lebih tenang bila anak mereka berdiam diri di rumah seusai sekolah. Perubahan sosial ini berarti menambah intensitas anak di dalam menonton televisi. Padahal kita ketahui, di luar acara keagamaan, tidak ada satupun acara TV swasta yang tidak diselingi penayangan iklan. Semakin bagus acara itu, semakin banyak pula iklannya. Hal ini tidak dapat dihindarkan karena sumber pembiayaan stasiun TV swasta adalah dari iklan saja. Setiap upaya pembuatan acara TV selalu dilandasi motif untuk menjual, menjual dan menjual. Sehingga seperti kata Milton Chen dalam bukunya Chlidren and Television, "acara TV komersial yang kita saksikan hanyalah umpan untuk mendekatkan kita dengan iklan".
Daya Tarik Emosional
Pada umumnya fungsi dari iklan adalah untuk memberi informasi dan melakukan persuasi. Tujuan dari pemberian informasi adalah untuk (a) memperkenalkan produk baru atau perubahan pada produk lama, (b) menginformasikan karakteristik suatu produk, dan ©. memberi informasi tentang harga dan ketersediannya. Sedangkan tujuan dari persuasi adalah untuk meyakinkan konsumen tentang manfaat (benefit) suatu produk, untuk mengajak konsumen agar membeli produk dan untuk mengurangi keragu-raguan setelah membeli atau mengkonsumsi produk.
Untuk mengkomunikasikan pesan-pesan itu, kalangan pengiklan bisa menggunakan daya tarik emosional yaitu dengan menyentuh rasa senang, gembira, kasihan, gengsi, takut sedih dll, atau daya tarik rasional dengan memberi informasi tentang kelebihan dan kekurangan suatu produk.
Untuk iklan yang ditujukan buat anak-anak, pengiklan lebih sering memakai daya tarik emosional karena didukung kenyataan bahwa 75 % keputusan manusia dilandasi oleh faktor emosi. Selain itu daya tarik emosi juga mempunyai keunggulan yaitu (a). lebih menarik perhatian anak (b). klaim pada iklan lebih gampang diingat dan, ©. dapat menjadi faktor diferensiasi dari produk sejenis yang jadi pesaingnya. Sebagai contoh, kebanyakan kandungan miultivitamin hampir sama, tapi merek multivitamin yang diiklankan oleh Joshua ternyata lebih laris manis. Karena itulah para pembuat iklan anak lebih senang menampilkan tokoh idola anak-anak-anak, membuat visualiasi yang menerbitkan selera memberikan hadiah (gimmick), atau memakai musik yang riang gembira daripada memberikan informasi yang obyektif. dan memadai.
Umumnya anak-anak belum mampu menapis informasi dari iklan yang dapat dipakai untuk membuat keputusan dalam membeli suatu produk. Hal ini ditunjukkan hasil penelitian LP2K (Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen) tahun 1995, bahwa 94,2 % responden anak-anak pernah membeli produk yang diiklankan TV karena tertarik pada bintang iklannya. Survei serupa oleh CERC (Consumer Education and Research Center) di India, mendapati 75 % anak-anak mengaku pernah meminta orang tua membelikan produk yang diiklankan TV. Mereka juga hapal siapa teman, tetangga atau saudaranya yang memakai produk yang sama.
Iklan Pangan
Di banyak negara, termasuk Indonesia, iklan yang paling sering muncul pada acara yang ditujukan untuk anak-anak adalah kateogri pangan. Kenyataan ini perlu dicermati secara kritis karena iklan bisa membentuk pola makan yang buruk pada masa anak-anak. Padahal makanan yang dikonsumsi pada masa anak-anak ini akan menjadi dasar bagi kondisi kesehatan di masa dewasa dan tua nanti.
Efek yang paling disoroti adalah munculnya gejala obesitas (kegemukan) yang dikaitkan dengan intensitas menonton TV. Semakin seringnya anak nongkrong di depan TV apalagi ditambahi dengan aktifitas ngemil, berarti semakin sedikit anak melakukan aktifitas fisik yang bisa membakar kalori menjadi energi. Kelebihan kalori ini kemudian disimpan menjadi lemak yang menyebabkan kegemukan. Jurnal Pediatrics terbitan Amerika Serikat menyebutkan bahwa setiap penambahan alokasi waktu menonton TV sebesar 1 jam akan meningkatkan kemungkinan obesitas sebesar 2 persen.
Penelitian LP2K juga menunjukkan bahwa waktu menonton anak di Semarang, rata-rata 4 jam/hari. Sedangkan penelitian Pratanthi Pudji Lestari (1996) di Bogor mendapati anak-anak yang obesitas menonton TV selama 4,65 jam/hari dan anak yang tidak obesitas 3,13 jam/hari. Padahal idealnya tidak lebih dari 2 jam/hari. Penelitian ini mendukung hasil penelitian di AS bahwa ada kecenderunbgan anak-anak meluangkan waktu untuk menonton TV lebih banyak daripada kegiatan apapun lainnya kecuali tidur.
Selain obesitas, persoalan lain yang perlu diperhatikan adalah kandungan zat-zat gizi dalam makanan yang digemari anak-anak. Pertama, kandungan garam. Garam mengandung unsur Natrium dan Sodium yang berfungsi sebagai elektrolit tubuh. Makanan yang kurang garam memang terasa hambar, namun kandungan garam yang berlebihan bisa menimbulkan ketidak-seimbangan elektrolit tubuh. Hal ini sangat riskan bagi penderita tekanan darah tinggi dan penyakit jantung.
Menurut penelitian Puslitbang Gizi Bogor (1995), kandungan garam pada makananan jajanan hasil olahan pabrik lebih tinggi daripada hasil olahan rumah tangga. Biskuit yang rasanya manis, ternyata kandungan garamnya sangat tinggi (1.395,5 mg/100 gram makanan). Demikian juga dalam mie instant untuk berbagai merek dan rasa, apalagi dalam bumbunya, kandungan garamnya sangat tinggi. Setiap bungkus bumbu mie instant mengandung 3.448-4.940 mg. Kandungannya lebih tinggi lagi terdapat pada mie instant rasa pedas (tampaknya setiap penambahan rasa pedas perlu disertai penambahan rasa asin. ). Padahal angka kecukupan garam untuk anak-anak adalah 2.858 mg/hari.
Kedua, kandungan kolesterol. Kolesterol adalah unsur penting dalam lemak dari keluarga sterol. Kolesterol yang tinggi dapat menyebabkan pengapuran pembuluh darah yang menyumbat arteri koroner. Penyumbatan ini menyebabkan terganggunya suplai oksigen ke otak sehingga berresiko terkena serangan stroke.
Hasil penelitian terakhir menunjukan bahwa penyakit jantung koroner sebenarnya mulai timbul pada masa anak-anak. Studi di AS menunjukkan 25 dari 100 anak mempunyai tingkat kolesterol yang sudah mendekati batas aman. Penelitian lain menemukan bahwa pengapuran pembuluh darah terjadi justru pada usia 5-10 tahun. Pada remaja usia 18 tahun sudah ditemukan adanya garis lemak yang melapisi pembulunh darah koroner.
Lalu bagaimana kandungan lemak pada makanan? Hasil pengujian YLKI (1997) terhadap fast food menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara komposisi gizi produk yang dipasarkan di Indonesia dan di AS. Perbedaan yang paling mencolok adalah kandungan lemak yang lebih tinggi di Indonesia. Konsumsi lemak yang dianjurkan adalah 20 % dari total kecukupan energi. Hasil pengujian menunjukkan 1 porsi burger keju menyumbang lemak 26,4 % dari total kecukupan energi untuk anak, 1 porsi kentang goreng 42 % dan ayam goreng 41,7 %. Di sini terlihat bahwa sumbangan lemak dari fast food sangat tinggi. Padahal jumlah itu belum termasuk jika anak menambah porsi atau makanan lain yang dikonsumsi dalam satu hari itu.
Ketiga kandungan MSG (MonoSodium Glutamate).Banyak makanan jajanan anak (snack) dan mie isntant yang mengandung MSG. Fungsi MSG adalah sebagai penyedap rasa berupa rasa gurih. MSG sebenarnya tidak mempunyai nilai gizi, malah tidak ada manfaat sama sekali bagi tubuh manusia. Bahkan pemakaian yang berlebihan (di atas 120 mg/kg berat badan/hari) dapat membahayakan kesehatan. Akibat yang sudah diketahui adalah timbulnya Sindroma Restoran Cina. Gejalanya berupa rasa haus, mual, pegal-pegal pada tengkuk, sakit dada dan sesak napas yang timbul 20-30 menit setelah mengkonsumsi MSG yang berlebihan. Akibat lainnya adalah resiko penyakit kanker. Penelitian di Jepang menyimpulkan bahwa MSG jika dipanaskan pada suhu sangat tinggi bisa berubah menjadi karsinogenik (menyebabkan penyakit kanker). Tapi untuk hal ini masih ada silang pendapat para pakar.
Keempat, kandungan gula. Anak-anak sangat menyukai makanan yang manis-manis seperti permen, coklat, minuman ringan, sirup, kue dll. Gula adalah sumber kalori yang tinggi. Bila tidak dibakar, gula bisa berunbah menjadi lemak. Selain itu, gula juga bisa menyebabkan kerusakan gigi (karies) pada anak-anak.
Pengaturan Iklan
Mengingat adanya efek negatif dari iklan yang ditujukan pada anak-anak khususnya iklan makanan, sudah sepatutnya mulai dibuat peraturan periklanan untuk anak-anak. Sayangnya masalah iklan untuk anak-anak ini belum diatur secara spesifik dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen no 8/1999. Padahal di negara-negara maju yang "lebih kapitalistik" dari Indonesia, mereka sudah lama peduli pada nasib anak-anak dan mulai membatasi iklan pada acara TV anak-anak.
Negara Swedia dan Norwegia melarang iklan untuk anak di bawah 12 tahun dan sama sekali melarang iklan di acara TV untuk anak. Australia melarang iklan pada acara anak pra sekolah dan menetapkan iklan makanan tidak boleh memberikan penafsiran ganda. Negara Belgia melarang penayangan iklan 5 menit sebelum dan sesudah acara anak dan iklan permen harus mencantumkan gambar sikat gigi. Negara Denmark dan Finlandia melarang sponsorship di acara anak. Di Denmark iklan snack, minuman ringan dan coklat dilarang mengklaim sebagai pengganti makanan. Negara Inggris menentukan bahwa iklan tidak boleh mendorong konsumsi sesering mungkin. Sedangkan AS mewajibkan setiap iklan makanan harus mendorong agar anak menjadi sadar gizi.
Karena itulah, sudah saatnya bagi pihak-pihak yang peduli pada perlindungan anak-anak untuk segera melakukan tindakan untuk menghentikan eksploitasi kepentingan komersial terhadap anak-anak . Caranya adalah dengan mendesakkan pengaturan iklan anak-anak pada UU Penyiaran.***


Bahaya Tersembunyi di Balik Pornografi

Oleh Purnawan Kristanto

Debat soal UU anti pornografi sempat membelah opini umum menjadi dua kubu. Di satu sisi, ada kelompok yang prihatin dengan maraknya pornografi. Maka mereka menuntut adanya UU yang mencegah dan menghukum setiap aksi poronografi. Di sisi lain, ada pihak yang lain menolak pembatasan ini karena dianggap memasung kreativitas dan menegasikan pluralitas.

Yang masih menjadi pokok persoalan sampai saat ini adalah ketiadaan rumusan tegas yang dapat dipakai untuk menakar kadar pornografi yang disajikan secara publik. Akibatnya kita kesulitan menentukan apakah sebuah gambar, tulisan atau pertunjukkan itu masih dapat dipahami dan dinikmati sebagai produk kesenian atau sudah mengarah kepada percabulan. Akan tetapi di luar soal rumusan definisi pornografi, bagaimanapun juga pornografi lebih banyak merugikan peradaban masyarakat, ketimbang menguntungkannya. Apa saja bahaya pornografi?

Batasan yang Kabur
Pornografi sebenarnya sebuah fenomena kuno yang telah menempuh perjalanan yang panjang. Kaisar Romawi, Tiberius Claudius Nero (berkuasa tahun 14-37 M), diperkirakan memiliki koleksi pribadi berbagai benda-benda pornografi eksplisit, yang sebagian besar berasal dari wilayah Timur. Koleksinya ini dinamai: "kumpulan tulisan tentang perempuan sundal". Dari sinilah orang Yunani kuno lalu menciptakan istilah pornografi. Dalam bahasa Yunani, pornographos berarti "tulisan tentang prostitusi" (porne = "prostitusi" + graphein= "tulisan"). Kata ini berdekatan dengan kata pernanai yang artinya "menjual". Sedangkan menurut ensiklopedi Britanica, pornografi memiliki tiga makna : (1) Pelukisan tentang perilaku erotis (dalam bentuk gambar atau tulisan) yang bertujuan untuk menciptakan kenikmatan seksual; (2) materi (seperti buku atau foto) yang menggambarkan perliaku erotis dan sengaja bertujuan untuk menciptakan kenikmatan seksual; (3) Penggambaran perbuatan dalam bentuk sensasional sehingga bisa menimbalkan reaksi emosi secara cepat dan kuat.
Pada zaman dulu, kebanyakan gambar-gambar porno justru tersebar luas di peradaban Timur, terutama di India dan Jepang. Di Indonesia, salah satu pengaruhnya, dapat kita lihat di candi Sukuh. Di masa modern ini, pornografi telah lama menjadi bahan perdebatan yang kontroversial, terutama menyangkut status legalitas dari pornografi itu. Perdebatan berpusat pada apakah pornografi bisa dikategorikan sebagai salah satu bentuk dari percabulan, atau tidak; dan apakah perlu dilakukan penyensoran terhadap pornografi, atau tidak.

Kecanduan Pornografi
Di Indonesia, kubu pengecam pornografi mengeluarkan argumentasi bahwa bahwa pornografi bisa berubah menjadi porno aksi. Mereka menyodorkan sejumlah fakta pemerkosan dan pelecehan seksual lainnya yang terjadi sesaat setelah si pelaku kriminal itu menonton gambar atau VCD porno. Harus diakui bahwa, bagaimanapun juga pornografi memiliki dampak buruk bagi kaum penikmatnya.
Salah satunya berupa potensi yang dimilikinya dalam menciptakan kecanduan. Menurut Dr. Robert Weiss dari Sexual Recovery Institute di Los Angeles, pornografi memiliki reputasi efek mirip kokain, yaitu menimbulkan kecanduan seksual. "Cara kerjanya sangat cepat dan kuat," kata Weiss. Sama seperti penggunaan narkotika, pengalaman kenikmatan seksual yang didapat dengan melihat gambar-gambar porno dapat menimbulkan pola perilaku yang berulang dan semakin intensif. Walhasil, terciptalah kecanduan pornografi. Dalam hal ini, Dr. Victor Cline, dari University of Utah, membagi tahapan kecanduan menjadi lima bagian: (1). Terpaan Awal. Pada tahapan ini, orang itu mengenal pornografi untuk pertama kalinya. Biasanya terjadi pada usia muda. Mula-mula dia terkejut, jijik dan merasa bersalah.(2). Ketagihan. Setelah itu, dia mulai bisa menikmati pornografi dan berusaha mengulangi kenikmatan itu. Perilaku yang berulang ini tanpa disadarinya telah meresap menjadi bagian dari kehidupannya. Dia sudah terjerat dan sulit melepaskan diri dari kebiasaan itu. (3). Peningkatan.Dia mulai mencari lebih banyak lagi gambar-gambar porno. Dia mulai menikmati sesuatu yang pada mulanya dia merasa jijik melihatnya. (4). Mati Rasa. Dia mulai mati rasa terhadap gambar yang dia pelototi. Bahkan gambar yang paling porno sekalipun, sudah tidak lagi menarik minatnya. Dia berusaha mencari perasaan kepuasan yang didapatnya ketika pertama kali melihat gambar itu. Akan tetapi dia tidak bisa mendapatkannya lagi karena perasannya sudah kebal. (5). Tindakan seksual. Pada titik ini, dia melakukan lompatan besar, yaitu mencari kenikmatan seksual di dunia nyata.
Dengan kata lain, perbuatan kriminal yang dipicu oleh pornografi sebenarnya hanyalah puncak gunung es dari efek negatif pornografi. Di bawah permukaan, justru ada lebih banyak efek negatif yang tidak kelihatan. Dalam bukunya, The Centrefold Syndrome, psikolog Gary R. Brooks, Ph.D memaparkan ada lima "gangguan mental" yang dikaitkan dengan konsumsi pornografi jenis soft-core semacam dari majalah Playboy atau Penthouse.
Voyeurisme - Sebuah gangguan pikiran yang lebih suka memandangi tubuh wanita daripada menjalin interaksi dengannya. Brooks menyebutkan bahwa karena ada pemujaan dan objektifikasi terhadap tubuh wanita, maka hal ini menciptakan citra wanita yang semu, membiaskan realitas dan menciptakan sebuah obsesi berupa rangsangan visual. Hal ini mengabaikan pentingnya sebuah hubungan psikoseksual yang sehat dan dewasa.
Objektifikasi - Sebuah sikap yang menaksir kualitas wanita berdasarkan ukuran, bentuk dan keharmonisan anggota tubuhnya semata. Brooks menegaskan bahwa jika seorang pria lebih suka menghabiskan energi emosionalnya pada fantasi seksual dengan orang yang tidak mungkin diaksesnya secara nyata, maka dia juga tidak akan bisa "diakses" oleh pasangannya untuk menciptakan momentum keintiman.
Validasi-Yaitu suatu kebutuhan untuk membuktikan kesahihan kejantanan seorang pria dengan berhasil menggaet wanita cantik. Menurut Brooks, wanita dianggap memenuhi standard apabila dia mampu mempertahankan ksempurnaan tubuhnya. Kaum pria yang belum bisa mendapatan kenikmatan seksual dengan wanita impiannya, dia merasa belum menjadi pria sejati.
Trofisme - Yaitu suatu sikap yang menganggap wanita sebagai sebuah koleksi trofi atau piala. Orang itu mengukur tingkatan kejantanan pria berdasarkan jumlah trofi yang berhasil dia koleksi. Brooks menambahkan mentalitas seperti ini sangat berbahaya di kalangan remaja, dan cukup merusak di kalangan orang dewasa.
Ketakutan pada Keintiman Sejati - Yaitu suatu ketidak-mampuan untuk menjalin relasi secara jujur dan intim dengan wanita. Pornografi telah menutup mata kaum pria tentang pentingnya sensualitas dan keintiman. Karena hanya mementingkan pemuasan hawa nafsu seksual, beberapa pria mendapat hambatan dalam menjalin hubungan emosional dengan sesama kaum pria dan hubungan nonseksual dengan kaum wanita.

Industri Menggiurkan
Teman saya yang tinggal di Solo bercerita: Suatu kali dia pergi ke warnet. Ketika melewati bilik-bilik komputer, iseng-iseng dia melirik ke salah satu bilik. Dia melihat seorang remaja yang masih mengenakan seragam SMP. Dia terkejut, karena remaja itu sedang melakukan masturbasi sambil menatap layar monitor komputer. Dia bisa memastikan bahwa anak ingusan ini sedang mengakses situs porno.
Majalah Time menulis pernah menulis"... pornografi menjadi sangat berbeda di dalam jaringan komputer. Anda bisa mendapatkan privasi di rumah Anda--tanpa harus mengendap-endap ke toko buku atau bioskop. Anda hanya tinggal download file yang membuat Anda terangsang, tidak perlu mengeluarkan uang atau terlibat masalah hukum." Gambar porno hanya sejauh satu "klik" pada mouse komputer Anda.
Benarkah situs-situs porno menawarkan gambar porno dengan gratis? Ada pepatah, "dalam dunia bisnis tidak pernah ada makan siang gratis." Kita sering mendengar istilah "berselancar di internet," tetapi istilah ini lebih tepat jika diganti dengan kalimat "berjalan di pantai." Mengapa? Karena setiap kali berjalan di atas pasir, kita selalu meninggalkan "jejak kaki". Demikian juga di internet. Semua browser seperti Netscape, Internet Explorer, atau AOL, diperlengkapi dengan cache, yaitu sebuah file sementara yang menyimpan salinan halaman, gambar atau file. Tujuan semula bertujuan untuk mempercepat download pada akses di kesempatan lain. Akan tetapi dalam perkembangannya, file ini dimanfaatkan untuk memata-matai penggunaan komputer itu. Dalam dunia bisnis, data-data ini sangat berharga. Selain melalui chache dan cookie, pengelola situs biasanya mensyaratkan calon pengakses memasukkan alamat emailnya untuk mendapatkan password-nya. Begitu alamat email diberitahukan, maka kotak email si pengakses ini akan disesaki dengan kiriman email sampah (junk email).
Ada juga yang menawarkan akses situs dengan membayar secara on line. Mereka diminta memasukkan nomor kartu kredit dan PIN untuk mendapatkan kode akses. Begitu nomor-nomor ini dimasukkan, maka dimulailah pembobolan kartu kredit. Sebagian besar pria yang tertipu modus operandi ini, biasanya enggan melaporkan karena merasa malu.
Dalam e-commerce, industri pornografi termasuk pionirnya. Mereka yang pertama kali memakai teknologi belanja elektronik dan menggunakan kartu kredit untuk pembayaran on line. Mereka juga yang menemukan cara untuk mengirimkan file grafis berukuran besar melalui bandwith yang sempit. Mereka pula yang mempelopori penggunaan streaming video. Mereka juga yang menemukan cara "melumpuhkan" tombol "back" di browser Anda dan yang memunculkan teknik selalu memunculkan jendela baru ketika pengakses menutup satu jendela. Akibatnya, di layar itu selalu terpampang gambar porno.
Hal ini tidak mengherankan karena industri pornografi ini telah menjadi bisnis yang menggiurkan. Bandingkan marjin keuntungan yang didapat sektor perdagangan on-line yang hanya 0,2 persen, dengan keuntungan yang diraup situs porno sebesar 30 persen! Pada tahun 1999, diperkirakan situs porno meraup 1,1-1,2 milyar Dollar. Sayangnya di Indonesia tidak ada data yang pasti. Tetapi untuk membayangkan saja, sebuah tabloid yang menonjolkan sensualitas seksual mengaku bisa mendapat keuntungan yang setara dengan sepuluh mobil (tapi tidak jelas, mobil merek apa).

Itu artinya, dicegat dengan cara apapun, pornografi akan selalu mencari celah untuk bisa berkelit. Selama masih banyak penikmatnya, industri pemikat syahwat ini akan tetap memikat. Karena itu cara yang lebih efektif dengan menggalang gerakan masyarakat untuk menolak mengkonsumsi pornografi ini. Cara ini lebih elegan dan jauh dari kontroversi.

Gereja di Tengah Demokratisasi

10 Juli 2009
Oleh Arie Saptaji

Hembusan angin demokratisasi terasa kian kuat seiring dengan terbentuknya pemerintahan baru di negeri ini. Banyak harapan disampaikan pada pemerintahan baru kita. Namun, sepatutnya kita juga menyadari, ada hal-hal tertentu yang tidak dapat dibebankan kepada pemerintah, dan memang bukan wewenang dan tanggung jawab pemerintah. Dalam konteks ini, sumbangan apakah yang dapat diberikan gereja bagi kehidupan berbangsa dan bernegara?

Dalam sebuah kesempatan Nurcholish Madjid menyatakan, “Ini (Indonesia) adalah negara lunak. Lunak apabila dilihat dari segi moral dan etika. Inilah bangsa yang tidak tahu orientasi tentang baik dan buruk.” Dalam persoalan moral dan etika inilah, gereja sebagai “tiang penopang dan dasar kebenaran” (1 Timotius 3:15) dapat memberikan sumbangan nyata.

Pertama, gereja perlu mendukung agar semangat demokratis yang mulai terbangun ini terus terpelihara dan berkembang. Demokrasi memang bukan bentuk pemerintahan yang diidealkan Alkitab. Karenanya, tetap diperlukan adanya rambu-rambu pengaman. Dalam masyarakat demokratis, diharapkan adanya pengertian dan toleransi terhadap kelompok minoritas serta upaya mengakomodasi kepentingan berbagai golongan. Hal ini diwujudkan dalam suatu kerangka kerja yang mantap, yang memungkinkan kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan beragama dan kemerdekaan-kemerdekaan dasar lainnya dilindungi. Gereja menjalankan fungsinya sebagai garam dan terang dengan memperjuangkan terjaminnya hak-hak tersebut. Secara spesifik, gereja diminta untuk berdoa syafaat bagi pemerintah, “agar kita dapat hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan” (1 Timotius 2:1-2).

Secara intern, gereja harus menggiatkan pembinaan moral dan etika warganya, dengan menjalankan apa yang diembankan dalam Amanat Agung, yaitu pemuridan. Ini seperti langkah yang diambil Raja Yosafat untuk mengokohkan kerajaannya. Ia mengutus beberapa pembesar dan orang Lewi untuk “memberikan pelajaran di Yehuda dengan membawa kitab Taurat Tuhan. Mereka mengelilingi semua kota di Yehuda sambil mengajar rakyat” (2 Tawarikh 17:9). Ia menyadari, kebenaran firman Tuhanlah yang akan menuntun rakyatnya menjadi warga yang cakap, takut akan Tuhan, penuh integritas – singkatnya, bermoral kuat. Dan kualitas moral warga negaralah yang pada akhirnya menentukan kekuatan suatu bangsa. Begitu pula, bila gereja bertekun dalam pemuridan dan pemberitaan firman Tuhan, akan muncul orang-orang Kristen yang bertanggung jawab dan terlibat aktif dalam perubahan masyarakat menuju Indonesia baru.

Selanjutnya, gereja perlu mengedepankan suara profetisnya untuk menunjang pembinaan moral dan etika bangsa. Bila dicermati, isu moral dan etika ini justru tidak banyak digulirkan di tengah euforia reformasi. Memang, gerakan mahasiswa sering diacu sebagai gerakan moral, namun bagaimana implementasi dan tindak lanjutnya belum jelas. Atau, secara implisit, persoalan moral dan etika dianggap akan bisa tertata dengan sendirinya seiring dengan pemulihan ekonomi, politik dan hukum. Seharusnya justru sebaliknya.

Kita lihat salah satu agenda reformasi, yaitu ditegakkannya supremasi hukum. Supremasi hukum saja, tanpa landasan moral yang kukuh, tidak memadai. Sesuatu yang legal secara hukum tidak dengan sendirinya benar. Moralitas tidak didikte oleh ketaatan hukum; moralitas berbicara tentang melakukan apa yang benar. Peradaban yang tidak berdasarkan hukum akan terperosok ke dalam despotisme dan tirani. Namun, peradaban yang tidak sanggup mengatasi hukum untuk hidup bukan hanya menurut legalitas, namun juga menurut moralitas, sudah kehilangan harkat kemanusiaannya dan kehilangan potensinya untuk mencapai kebesaran yang sesungguhnya.

Mengingat kesenjangan antara legalitas dan moralitas tersebut, dalam mendukung hak-hak asasi manusia, gereja melakukannya berdasarkan pijakan yang sama sekali berbeda dari masyarakat sekuler. Di tengah alam demokrasi sekalipun, tidak semua isu patut untuk diputuskan secara demokratis. Akankah, misalnya, kita melegalkan aborsi bila 51% suara setuju? Kita pun acap menjumpai peraturan perundang-undangan dan keputusan pengadilan yang bertabrakan dengan standar firman Tuhan. Untuk itu, gereja perlu memberikan check and balance bagi pemerintah. Bila ada perundang-undangan yang bertentangan dengan firman Tuhan, orang-orang percaya seharusnya menggunakan kemerdekaan dan kesempatan yang diberikan Allah untuk berseru, “Hai negeri, negeri, negeri! Dengarlah firman Tuhan!” (Yeremia 22:29). Firman Tuhan memberikan apa yang oleh Cak Nur disebut orientasi tentang baik dan buruk.

Jelaslah, angin demokratisasi bukan sinyal untuk berleha-leha, melainkan sebuah pintu kesempatan untuk melayani kehendak Allah dalam generasi kita secara lebih efektif. Perlu ditegaskan sekali lagi, ada hal-hal yang tidak bisa ditangani pemerintah karena memang bukan wewenang dan tanggung jawabnya -- dalam konteks ini adalah membina kualitas moral warganya. Untuk itulah gereja harus bangkit menjalankan peran dan tanggung jawabnya. ***

Dikutip dari "Gagal Menjadi Garam" (Yogyakarta: PBMR A)NDI, 2002.